Seni Rudat Duduk Khas Desa Subang Kuningan

Rudat duduk khas Desa Subang
Rudat duduk khas Desa Subang
Pic : By Desa Subang

Seni Rudat Duduk Khas Desa Subang Kuningan - Kabupaten Kuningan memiliki wilayah yang cukup luas dan berpencar berbentuk blok – blok, baik antar Kecamatan maupun antar Desa. Dengan lokasi yang berpencar tersebut menimbulkan keragaman dalam segala hal baik Seni, budaya, logat bahasa,  dan kuliner.

Salah satu dari keragaman tersebut adalah budaya turun temurun yang menjadi ikon Desa Subang yaitu kesenian tradisional Rudat duduk.

Seni Rudat adalah salah satu jenis kesenian yang digunakan untuk menyebarkan agama Islam pada zaman dulu kala. Cara pementasannya adalah dengan melantunkan puji – pujian atau bacaan dari kitab Albarjanji dengan diiringi tabuhan genjring (rebana/terbang) dan jidor(bedug kecil).

Bentuk genjring berurutan dari yang kecil ke yang paling besar, begitu pula dengan cara memainkannya ada tehnik tersendiri agar menghasilkan irama yang enak didengar. Sementara bedug adalah untuk penyeimbang suara tabuhan rebana atau sebagai pelengkap.

Kesenian yang mengumandangkan lantunan ayat – ayat dari kitab Albarjanji ini biasanya diiringi dengan tarian yang diambil dari gerakan pencak silat.

Setiap perayaan hari besar seperti maulid Nabi Muhammad. SAW, seni Rudat menjadi sebuah kesenian yang wajib tampil. Selain ditampilkan di acara hari besar, kesenian tradisional ini sering dijadikan sebagai hiburan dalam acara hajatan keluarga.

Seni Rudat awalnya diperkenalkan oleh salah satu warga Subang yang pernah menuntut ilmu agama di Kuningan. Saat pulang dari tempat menimba ilmu, kemudian beliau memperkenalkan seni tradisional Islami tersebut hingga melekat sampai saat ini.

Berdasarkan penyebarannya yang berbasis dari kalangan pesantren, Rudat ini diperkirakan sebagai cara untuk melakukan penyebaran agama Islam di Nusantara yang digunakan di jalur kerajaan Mataram Islam dan masuk ke wilayah Cirebon serta Kuningan. Hingga akhirnya seni rudat dikenal oleh warga Desa Subang.

Jenis seni Rudat yang masih ada di Desa Subang adalah Rudat duduk. Yaitu seni Rudat yang dilakukan dalam posisi duduk.

Sebelumya ada dua jenis Rudat, yaitu rudat duduk dan Rudat nangtung (berdiri). Rudat duduk pementasannya lebih lama dibandingkan rudat nangtung. Kesenian ini biasanya dipentaskan selama satu malam suntuk, dari mulai bakda Isya hingga terdengar adzan tahrim. 

Selama pementasan, para penari seakan tidak mengenal lelah menggerakan badannya menirukan gerakan pecak silat. Bahkan dalam setiap pementasan sudah dipastikan ada yang mengalami kerasukan.

Konon katanya peristiwa kerasukan dalam acara seni rudat karena penari terlalu menikmati tabuhan dan alunan ayat – ayat yang dikumandangkan. Tapi, menurut versi lain kerasukan tersebut sengaja dilakukan oleh orang pintar dengan cara memasukan ruh halus kedalam tubuh penari Rudat.

Karena wilayah desa ini terdiri dari beberapa blok, maka dalam setiap blok tersebut terdapat satu grup rudat. Dalam setiap tahunnya pihak Desa mengadakan kejuaraan Rudat dan dari setiap blok tersebut menjadi pesertanya. Hingga saat ini kejuaraan Rudat antar blok di Desa Subang menjadi ajang adu gengsi dan pemenangnya akan merasakan kebanggaan tersendiri.

Meskipun generasi pemain Rudat di Desa Subang sudah mulai berkurang karena para pendahulunya sudah mulai berguguran karena faktor usia dan meninggal dunia, namun hingga saat ini popularitas seni rudat masih melekat dalam setiap perayaan hari besar serta hajatan warga.

Supaya warisan budaya dari leluhur ini tetap bertahan dan tetap menjadi tradisi masyarakat, diperlukan perhatian dari pihak pemerintah untuk membantu melestarikan kesenian yang menjadi ikon Desa Subang ini.

Selain peran serta pemerintah untuk menjaga keberadaan seni ini, peran masyarakatlah yang menjadi kunci utamanya, karena apabila masyarakat terutama generasi mudanya mulai meninggalkan seni ini maka niscaya tidak akan bertahan lebih lama lagi.

Baca juga Tradisi moro babi di Legokherang

Terima kasih atas kunjungannya, silakan tinggalkan jejak di kolom komentar