Monumen MBKD, Saksi Bisu Perjuangan Melawan Penjajah di Subang

Monumen MBKD Subang
Monumen MBKD Subang 

Monumen MBKD, Saksi Bisu Perjuangan Melawan Penjajah di Subang - Peristiwa bersejarah untuk memperjuangkan kemerdekan negara Republik Indonesia dari jajahan Belanda pada tahun 1949 pernah terjadi di Subang, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Saat itu Belanda menduduki wilayah tersebut untuk yang kedua kalinya. Sebelum pasukan tentara sekutu masuk ke Kecamatan Subang, banyak tentara Indonesia yang menginap di rumah-rumah penduduk selama beberapa malam.

Mereka tersebar di beberapa kampung yang ada di sekitar lereng gunung yang masih masuk dalam wilayah Subang, diantaranya Desa Subang, Jalatrang, Pamulihan, Legokherang, Cilebak, dan Mandapa. Selama berada di pemukiman warga, para prajurit menunggu perintah operasi dari Markas Besar Komando Djawa (MBKD) Cop. X4. Waktu lokasi markasnya berada di Kampung Cijambu, Desa Subang.

Suatu waktu, para pejuang mendapat perintah harus meninggalkan Subang, tapi pada saat itu tidak semuanya berangkat dan meninggalkan satu peleton prajurit di Subang. Keberadaan prajurit tentara Indonesia di sana ternyata telah diketahui oleh mata-mata Belanda. Kemudian saat pasukan prajurit meninggakan Subang untuk menuju Ciamis, tiba-tiba tentara Belanda menggempur Subang dengan menggunakan pesawat tempur.

Dengan adanya serangan dadakan tersebut semua orang berhamburan mencari tempat untuk berlidung. Tapi, serangan tersebut tidak dilawan oleh para prajurit dan masyarakat karena dalam kondisi tidak siap tempur.

Mencuri Senjata Milik Tentara Belanda

Untuk melakukan pembalasan terhadap tentara sekutu, para pemuda Subang mengatur strategi. Karena tidak mungkin melakukan perlawanan hanya dengan menggunakan bambu runcing, mereka menyusun rencana untuk mencuri senjata milik tentara Belanda. Nantinya, setelah mendapatkan senjata akan bergabung dengan pasukan tentara Siliwangi untuk melawan pasukan penjajah.

Disaat tentara Belanda dalam keadaan lengah, dengan cara diam-diam pemuda Subang mencuri senjata dari gudang senjata. Setiap menjelang pagi para pemuda merayap dan mengendap-endap melewati penjagaan tentara Belanda yang sedang tertidur. Dalam satu kali operasi lima sampai tujuh senjata berhasil dibawa ke markas gerilya di Pasir Jambu.

Para pemuda melakukan operasi tersebut selama 15 hari berturut-turut, dengan hasil yang didapat yaitu 17 pucuk senjata beserta pelurunya. Bahkan tidak hanya senjata yang berhasil dicuri dari gudang milik tentara Belanda tersebut, terkadang para pemuda mendapat makanan yang saat itu termasuk aneh untuk masyarakat seperti, susu, mentega, sayuran kalengan, sarden, dan roti.

Ketika stok makanannya tiba-tiba hilang, tentara Belanda mulai curiga dan kemudian mengintrogasi masyarakat untuk mencari tahu siapa pencurinya. Semua warga masyarakat dari mulai anak kecil, laki-laki, perempuan hingga orang tua, bahkan orang yang saat itu dalam keadaan sakit pun semuanya diperiksa dan dibawa ke Alun-alun Subang.

Dua orang warga bernama Emon dan Uhad tertangkap, keduanya dibawa ke tangsi, lalu disiksa habis-habisan sampai tidak sadarkan diri, malah ada yang sampai cacat. Setelah disiksa, keduanya dilepaskan kembali, mereka tidak sampai dibinasakan, mungkin karena hanya mencuri makanan.

Perjuangan Mengusir Belanda dari Subang

Saat mengetahui markas MBKD Cop. X4 di Subang diserang oleh Belanda, pada 15 Juli 1949, Panglima teritorial, A.H. Nasution langsung mengeluarkan perintah khusus kepada Letnan Satu (Lettu) Herman Sarens Soediro sebagai komandan staf decking MBKD Cop. X4. Surat perintah Nomor IX7/MBKD/XY/49, tersebut isinya memerintahkan:

Staf Decking MBKD (pas. LT. K. Herman dan SM Asep) dijadikan satu dengan Letnan. Herman sebagai Komandan dan Sersan Mayor Asep dijadikan wakilnya. Mulai tanggal 10/6/1949 sampai ada perintah atau intruksi kembali diwajibkan mengusir Belanda dari Subang. Seluruh pemuda dan rakyat harus membantu berjuang, tapi keselamatan harus tetap dijaga.

Surat perintah tadi ditandatangan oleh Wakil Kepala Staf Teritorial Letnan Kolonel, Sukanda Bratamanggala, atas nama Panglima Teritorial. Herman Sarens Soediro, berdasarkan surat instuksi tadi langsung menyusun strategi untuk melumpuhkan tentara Belanda. Waktu itu para tentara Belanda sudah merasa ama dan nyaman berada di Subang karena  tidak ada gangguan dari para pejuang.

Ada pun siasat yang direncanakan oleh Letnan Herman adalah menyerang tentara Belanda yang sedang bermain bola. Tentara Belanda setiap sore antara jam empat atau jam lima, biasa bermain bola di lapagan Subang dan ditonton oleh masyarakat.

Suatu waktu masyarakat diberitahu bahwa tentara Belanda yang sedang bermain bola tersebut akan diserang oleh para Pejuang. Warga pun diperintahkan tetap menonton permainan sepak bola seperti biasa, agar pasukan penjajah tidak merasa curiga. Masyarakat harus bersiap-siap apabila mendapatkan isyarat harus pergi meninggalkan lapangan dan bersembunyi di tempat yang aman.

Saat tentara sekutu sedang bermain bola, pasukan prajurit sebanyak dua kompi  dan dibantu satu peleton pemuda Subang melakukan penyerangan dari tiga arah. Pasukan pejuang menyerang dari sebelah utara (pasir Kadupugur). Kompi Aria Kamuning dari Kuningan menyerang dari sebelah barat (pasir Manggu) sebanyak satu kompi. Sedangkan sebelah selatan (pasir Wuni) oleh peleton pemuda Subang.

Terjadi baku tembak yang cukup sengit antara pasukan Siliwangi melawan tentara sekutu. Akhirnya pertempuran tersebut membuat pasukan Belanda mengalami kekalahan dan begitu banyak yang menjadi korban.  Tentara Belanda pun meninggalkan Subang ke Kabupaten Ciamis, namun sebelum meninggalkan Subang, pasukan penjajah membakar rumah penduduk karena merasa marah akan kekalahan yang dialaminya.

Peristiwa pembakaran rumah tersebut menghanguskan 648 rumah milik warga, 19 langgar (mushola), dan tiga Masjid. Subang pada waktu itu menjadi lautan api (Subang beureum ku seuneu). Meskipun wilayah Subang menjadi lautan api, tapi masyarakat tetap bersuka cita karena penjajah bisa disingkirkan dari kampungnya.

Monumen MBKD Subang 

Sebagai Wujud nyata dari kepedulian masyarakat kepada para pejuang yang rela berkorban untuk mengusir pasukan penjajah dari Subang, maka didirikanlah Monumen MBKD yang berada di belakang atau di ujung lapangan sepak bola Kecamatan Subang.

Dengan adanya monumen perjuangan ini diharapkan nilai juang dan jiwa patriot para Pahlawan yang telah berkorban jiwa raga untuk mempertahankan tanah Indonesia terutama di Subang, tetap terpatri di dalam hati sanubari masyarakat setempat.

Baca juga artikel tentang Tradisi moro babi di Legokherang

2 komentar:

Terima kasih atas kunjungannya, silakan tinggalkan jejak di kolom komentar